Kisruh SPMB SMAN 3 Cikarang Utara, Warga Pertanyakan Keadilan Akses Pendidikan di Jalur Domisili

0

Bekasi – penahitam.com – Aksi unjuk rasa yang digelar ratusan warga Desa Waluya, Kecamatan Cikarang Utara, pada Kamis (19/6/2025), mengungkap kegelisahan publik terhadap pelaksanaan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) jalur domisili di SMAN 3 Cikarang Utara. Protes ini tidak hanya soal siapa yang diterima atau tidak, tetapi menyentuh isu fundamental: keadilan dalam akses pendidikan.

Warga mempertanyakan sistem seleksi yang mereka nilai tidak berpihak pada lingkungan terdekat sekolah. Anak-anak yang tinggal kurang dari 150 meter justru gagal lolos, sedangkan peserta dari jarak yang lebih jauh justru diterima.


Zonasi dan Domisili: Kebijakan Baik yang Terkendala Implementasi

Sistem jalur domisili dirancang untuk memberikan kesempatan lebih besar bagi warga sekitar agar dapat mengakses pendidikan berkualitas tanpa hambatan jarak. Namun dalam praktiknya, seperti yang terjadi di SMAN 3 Cikarang Utara, sistem ini masih menyisakan banyak tanda tanya.

“Kami setuju dengan sistem domisili. Tapi kalau pelaksanaannya tidak adil, itu mencederai semangat pemerataan pendidikan,” kata Heri Purnomo, tokoh pemuda yang ikut dalam aksi.

Beberapa warga menduga terjadi praktik manipulasi data domisili atau lemahnya verifikasi alamat, yang memungkinkan siswa dari luar zona diterima lewat jalur ini.


Kebutuhan Audit dan Transparansi Sistem

Ahli pendidikan menilai, sistem seleksi berbasis domisili sangat bergantung pada akurasi data dan transparansi pelaksanaannya. Ketika kepercayaan publik terhadap data dikompromikan, maka timbul ketidakpuasan dan konflik seperti yang terjadi di Bekasi.

“Jika tidak ada transparansi, sistem sebaik apa pun akan menimbulkan resistensi. Maka, evaluasi dan audit sistem sangat penting,” ujar pengamat kebijakan pendidikan, Dr. Syarifah Nurul, kepada redaksi.

Masyarakat mengusulkan agar hasil seleksi disertai dengan data terbuka, seperti radius domisili peserta dan metode verifikasi alamat. Hal ini dinilai penting untuk menjaga integritas proses seleksi.


Membangun Pendidikan Inklusif dan Berkeadilan

Protes di Cikarang Utara ini memperlihatkan bahwa akses pendidikan belum sepenuhnya adil. Sekolah negeri yang dibangun dari dana publik seharusnya bisa diakses pertama-tama oleh warga sekitarnya. Ketika itu gagal terpenuhi, kepercayaan terhadap sistem pendidikan negeri pun tergerus.

“Kami hanya ingin anak-anak kami punya akses yang sama. Mereka tinggal dekat, mereka punya hak,” ujar Lena, salah satu orang tua yang anaknya tidak diterima.


Rekomendasi untuk Pemerintah dan Dinas Pendidikan

  1. Lakukan audit independen terhadap pelaksanaan SPMB di SMAN 3 Cikarang Utara.
  2. Perkuat verifikasi data domisili, bukan hanya lewat berkas, tapi juga cek lapangan.
  3. Sosialisasi ulang sistem zonasi/domilisi kepada masyarakat secara utuh dan terbuka.
  4. Buka saluran pengaduan resmi dan beri ruang partisipasi warga dalam pengawasan.

Kesimpulan

Akses pendidikan yang adil adalah fondasi masa depan bangsa. Jika sistem seleksi tidak berpihak pada prinsip pemerataan, maka sekolah negeri hanya akan menjadi simbol, bukan solusi. Kisruh di SMAN 3 Cikarang Utara menjadi peringatan penting bagi semua pemangku kebijakan untuk memperbaiki tata kelola pendidikan secara menyeluruh.

Penulis: Jamal | Editor: Sofyan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *