Satreskrim Polres Metro Bekasi Berhasil Tangkap Dua Pelaku Penjual Obat Aborsi

0

oplus_0

Penahitam.com // Kabupaten Bekasi – Satreskrim Polres Metro Bekasi berhasil mengamankan dua orang pelaku penjualan obat pengugur kandungan atau Aborsi, yakni DS dan PP. Keduanya dibekuk Satreskrim Polres Metro Bekasi di wilayah Lemahabang, pada Selasa, 3 Desember 2024, sekitar pukul 23.00 Wib.

Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi mengungkapkan, bahwa penangkapan ini berdasarkan laporan dari masyarakat karena penjualan obat aborsi ini dilakukan di media sosial dengan tagline: “Obat Pengugur Kandungan 100% Tuntas, Untuk Usia 1-7 Bulan”.

“Dalam tindakannya kedua pelaku memiliki peran masing-masing. Tersangka DS yang merupakan seorang bidan berperan sebagai penyedia obat aborsi, dan PP adalah orang yang membeli obat tersebut kemudian menjualnya,” kata Kapolres dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Metro Bekasi, Kamis (05/12/2024)

Tersangka PP menggunakan akun medsos untuk menawarkan obat pengugur kandungan. Kemudian, ketika ada pembeli, PP dengan cepat menghubungi DS untuk membeli obat tersebut.

“Kepada pembeli, PP menghargai obat tersebut sebesar Rp 1.150.000 untuk satu paket yang berisi obat penggugur kandungan dan pereda rasa nyeri. Setelahnya, DS memberikan tutorial yang meliputi bagaimana aturan pakai dan efek obatnya. Sementara obat dijual oleh pelaku dengan metode COD (cash on delivery),” ucap Kapolres.

Dari menjual obat pengugur kandungan ini, PP diketahui mendapat keuntungan Rp 550 ribu. Sedangkan pelaku DS menjualnya kepada PP dengan harga Rp 600 ribu.

Saat diamankan, Polisi menyita barang bukti berupa 10 butir Misoprostol, 2 resep dokter yang diduga palsu, dan 6 butir Paracetamol.

Analis Obat dan Makanan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Rachmadi menjelaskan, bahwa Misoprostol yang diperjualbelikan oleh pelaku biasanya digunakan untuk mengobati penyakit lambung.

“Misoprostol ini tergolong obat keras karena itu membutuhkan resep dokter, dan tidak bisa dibeli secara sembarangan,” ungkapnya.

Dokter pun, katanya, dalam meresepkan obat tersebut biasanya memberikan dosis yang berbeda kepada setiap pasien. “Biasanya dokter akan bertanya ‘apakah si pasien sedang mengandung atau tidak.’ Sebab jika berlebihan efeknya bisa menyebabkan kontraksi rahim hingga keguguran,” jelas Rachmadi.

Akibat perbuatannya, para pelaku dikenakan Pasal 138 ayat (2) juncto Pasal 435 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliyar.

Kemudian, khusus pelaku DS, dijerat Pasal 263 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun, karena terkait dengan 2 resep palsu yang dibutuhkan untuk membeli obat ini.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *